Hari ini saya banyak membaca pro kontra tentang kepemilikan Jam Tangan Rolex oleh beberapa anggota dewan. Kadang - kadang, saya sering agak skeptis(semoga istilah ini benar) terhadap berita-berita terutama media online seperti detikcom yang memang media online paling update di Indonesia. sejak dibeli oleh Chairul Tanjung(CT) detikcom banyak membuat berita yang kontroversial, terutama berita yang berhubungan dengan sensualitas.
banyak berita tentang politik yang diekspos habis-habisan oleh detikcom walaupun sebenarnya berita tersebut kurang tepat. misalnya pada berita tentang villa mewah Ustadz Hilmi (yg merupakan salah satu Dewan Penasehat PKS) padahal villa tersebut digunakan untuk keperluan pelatihan kader dan untuk kategori vila mewah, vila tersebut pun kurang tepat dikategorikan mewah.
media dan pembentukan opini
ketika beberapa waktu yang lalu sedang ramai 'Bom' LPG 3 Kg, seakan-akan ledakan tersebut terjadi beruntun pada waktu yang berdekatan.kalau saya melihat ini adalah bentuk bagaimana media membentuk opini, saya rasa jauh sebelum wacana ledakan tersebut, ledakan 3 Kg tersebut sudah ada dan sampai sekarang pun ada. namun secara terus menerus diwacanakan di media dan dikumpulkan seakan - akan terjadi bersamaan. hal ini pun berlaku pada wacana kecelakaan bus. media bukanlah sebuah lembaga sosial, namun sebuah korporasi yang bergerak di bidang informasi, sehingga tujuan utama nya adalah profit.
Nah, kembali ke Rolex, hari ini pun saya melihat media ingin membuat trending issue baru yaitu rolex setelah dulu sempat ada wacana gaya hidup mewah anggota dewan.
jika kita melihat anggota dewan seperti pak Anis Matta, maka saya bisa mengatakan bahwa 'Rolex' yang dimiliki adalah hal yang normal, karena sasaran komunikasi kerja pak anis adalah lingkungan enterprise dan pejabat. jika ingin menggeneralisasi anggota dewan, pun kurang tepat karena anggota dewan PK Sejahtera pun ada yang memilih untuk hidup sederhana yang berangkat ke senayan dengan kendaraan umum.
Kalaupun, pak anis tidak bertujuan untuk ber'gaul' dengan lingkungan kelas atas tersebut, pak anis tetap berhak selama harta tersebut halal dan sudah memenuhi kewajiban. Jika anggota dewan hanya mengandalkan gaji anggota dewan, saya yakin terlalu kecil apalagi di PKS ada kewajiban untuk infaq, maka pasti ada pendapatan lain, dan setahu saya pak anis juga mempunyai bisnis lain, selain itu beliau juga aktif menulis buku. Jika media mau fair, maka media harus juga menampilkan aktivitas sosial pak anis, sehingga tidak salah persepsi. sebagai mana pula ketika media mempublish kekayaan Bill Gates, sehingga orang maklum ketika Bill Gates 'berhak' mempunyai rumah mewah dan canggih karena kekayaannya, begitu pula media juga mempublish aktifitas filantropi(Kegiatan Sosial) Bill Gates.
No comments:
Post a Comment